Jalan Keluar dari Kehinaan
Jadi, bagaimana cara keluar dari kehinaan tersebut?
Al Quran sebagai petunjuk telah memberikan satu formula agar umat Islam dapat keluar dari kehinaan dan penjajahan ini. Formula ini sudah pernah diaplikasikan oleh Rasulullah SAW, para Sahabat, dan para Tabi’in. Hasilnya, Islam mampu mengatur dunia dengan panduan Al Quran dan Sunnah Rasul. 3/4 dunia tunduk di bawah KEKHALIFAHAN ISLAM.
Firman Allah:
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka mebuat perhubungan dengan Allah (hablumminallah) dan membuat perhubungan dengan manusia (hablumminannas)” (Al Imran: 112). Dengan ayat ini, Allah memberitahu kepada kita bahwa ketika umat Islam terhina, lemah, dan tidak memiliki wibawa maka untuk membangun kembali ada dua hal yang perlu diperbaiki:
A. Perbaiki hubungan dengan Allah (Hablumminallah)
B. Perbaiki hubungan dengan manusia (Hablumminannas)
A. HABLUMMINALLAH
Hubungan dengan Allah ini ada beberapa peringkat.
1. Peringkat paling asas/dasar:
- percaya Tuhan
- percaya Tuhan itu memiliki sifat yang Maha Sempurna
- percaya Tuhan itu Maha Suci dari sifat kekurangan
Ini adalah peringkat hablumminallah yang paling lemah. Apabila peringkat dasar ini tidak dimiliki maka orang itu telah keluar dari Islam. Ini adalah tahap paling dasar. Tetapi untuk mengembalikan kembali kewibawaan umat Islam peringkat ini tidak cukup.
2. Peringkat kedua:
- Percaya Tuhan.
- Memahami sifat-sifat kesempurnaan Tuhan dan sifat-sifat yang mustahil bagi Tuhan. Dia mampu menjelaskan dalil aqli maupun dalil naqli-nya.
Peringkat kedua ini lebih tinggi dibandingkan dengan dibandingkan dengan peringkat pertama karena dia telah memiliki ilmu mengenai Tuhan. Dia mampunyai hujah yang cukup tentang Tuhan. Tetapi, peringkat ini belum juga belum mampu mengembalikan wibawa umat Islam.
3. Peringkat ketiga: perhubungan orang soleh dengan Tuhan.
- Peringkat ini dicapai setelah dia mengenal Allah dalam peringkat 1 (satu) dan 2 (dua).
- Mulai datang rasa cinta dan takut dengan Tuhan.
Siapa yang dapat mencapai peringkat ketiga dia sudah dinilai soleh tetapi belum mencapai taraf bertaqwa. Di akhirat selamat tetapi di dunia masih belum tentu. Dia masih belum mampu untuk mengelak dari kehinaan di dunia. Dia masih belum mampu lepas dari penjajahan musuh (musuh mukmin = orang mukmin yang hasad dengki, nafsu, setan, orang munafik, orang kafir yang memerangi). Tuhan hanya akan membantu orang bertaqwa bukan orang soleh. Tidak ada satu ayat-pun dalam Al Quran yang menyebutkan bahwa Allah akan menjanjikan bantuan bagi orang soleh. Di akhirat dia selamat dan masuk surga walaupun hisabnya banyak. Namun, keselamatan di dunia masih belum ada jaminan.
4. Peringkat keempat: perhubungan dengan Allah peringkat orang bertaqwa.
Dia selamat baik di dunia maupun di akhirat. Di akhirat selamat dari api neraka. Di dunia, Allah akan menyerahkan dunia ini kepada orang yang bertaqwa. Bagaimana perhubungan dengan Allah di tahap ini?
- Dia mampu merasakan cinta dan takut kepada Allah
- Dia mampu membawa perasaan cinta dan takut itu kemana pun dan kapan pun
Orang dalam peringkat ini seperti yang digambarkan Allah dalam firmanNya:
“Orang yang beriman itu ialah orang-orang yang mereka itu teringat Allah pada waktu berdiri, duduk, baring. dan mereka bertafakur, bertambah lagi rasa kebesaran Tuhan, tambah lagi rasa bertuhan.”
Hatinya senatiasa hidup. Di kantor, waktu makan, baru duduk-duduk, senantiasa teringat kebesaran Allah, terasa dia adalah hamba, terasa kecilnya diri dihadapan Allah.
5. Peringkat kelima: peringkat muqarrabin dan Siddiqin.
Ini adalah peringkat tertinggi dalam berhubungan dengan Allah. Dia sudah mabuk dengan Allah. Akan tetapi bila dia adalah pemimpin seperti RAsulullah SAW dan Khulafaurasyidin, Allah selamatkan mereka dari mabuk dengan Allah. Mereka masih dapat memimpin masyarakat.
B. HABLUMMINANNAS
Hablumminannas yang besar adalah:
1. Mewujudkan jamaah Islam.
2. Melahirkan system hidup Islam dalam jamaah dalam setiap aspek kehidupan seperti: pendidikan, ekonomi, kebudayaan, dll
3. Melahirkan perjuangan secara berjamaah.
Itu adalah sunnah Rasulullah SAW yang utama. Namun, umat Islam hari ini memilih hidup nafsi-nafsi. Padahal Rasulullah mengajarkan hidup berjamaah. RAsulullah sebagai Imam dan para SAhabat menjadi makmum. Itulah formula Al Quran supaya Umat Islam dapat keluar dari kehinaan. Yaitu dengan habluminallah sekurang-kurangnya dalam peringkat orang bertaqwa (sampai tahap 24 jam merasakan kebesaran Allah) dan dengan habluminannas yaitu menegakkan hidup berjamaah. Hidup berjamaah tentunya ada Imam yang memimpin.
Bagaimana caranya supaya dapat menghubungkan diri dengan Allah (habluminallah) sampai peringkat orang yang bertaqwa (24 jam tidak lalai dari Allah)?
Bagaimana pula menghubungkan diri dengan manusia (habluminnas) dalam jamaah yang mampu melahirkan sistem hidup Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat melihat kepada kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat. Para sahabat dapat menghubungkan diri sampai menjadi orang yang bertaqwa berkat Rasulullah SAW. Mereka dipimpin oleh Rasulullah untuk dapat mengamalkan segala tuntutan Al Quran.
Para Sahabat dapat bersatu dalam satu jamaah di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Di bawah pimpinan Rasulullah SAW (yang mana Baginda SAW mendapat pimpinan langsung dari Allah dengan mendapat wahyu), para Sahabat dapat melahirkan sistem hidup Islam dalam jamaah. Indahnya kehidupan mereka. Cantiknya gaya hidup Islam begitu nampak dalam kehidupan mereka. Dalam bidang ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan lain2 mereka mampu melahirkan sistem hidup Islam yang bersih, bebas dari penindasan dan penzaliman. Karena keindahan yang begitu menawan, berbondong-bondong manusia masuk Islam. Dalam waktu yang singkat (di zaman khalifah Sayidina Usman), ¾ dunia tunduk dibawah pemerintahan Islam.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa cara praktis agar habluminallah dapat sampai kepada peringkat taqwa dan habluminannas dapat melahirkan jamaah yang lengkap dengan sistem hidup Islam adalah PEMIMPIN. Fakta ini tidak dapat ditolak dan di nafikan.
Perintah Allah dalam Al Quran:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada pemimpin dari kalangan kamu.” (An Nisa: 59)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah dan hendaklah kamu berserta golongan yang benar (siddiqin).” (At Taubah: 119)
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin jilid 3, menegaskan betapa pentingnya mencari pemimpin yang memandu kepada Tuhan (MURSYID):
“Seorang murid memerlukan seorang syeikh yang dapat diikutinya, agar syeikh menunjukkan arah jalan yang benar. Sesungguhnya jalan agama itu adalah samar dan jalan syaitan terlalu banyak dan mudah. Siapa yang tidak ada syeikh yang memimpinnya maka syaitanlah yang memimpinnya. Siapa yang berjalan di lembah-lembah yang bahaya tanpa orang menjaga keselamatannya sesungguhnya dia telah membahayakan dan membinasakan dirinya. Orang yang bersendiri (tanpa syeikh) adalah seperti pohon yang tumbuh sendiri dan mudah mati; jika pohon itu terus hidup ia takkan berbuah. Orang yang mengawasi seorang murid ialah syeikhnya. Maka hendaklah murid itu berpegang teguh terhadap syeikhnya itu.”
Sehubungan dengan perkataan Imam Ghazali tersebut,
Allah berfirman:
“Siapa yang disesatkan oleh Allah maka kamu tidak akan dapati padanya seorang pemimpin yang memberi petunjuk padanya.” (Al Kahfi: 17)
Imam Fakhruddin Ar Razi dalam Mafatih al Ghayib berkata:
“Dalam Al Fatehah bila disebut: ‘Tunjukkan kami jalan yang lurus’, tidak memadai dengan itu saja, Allah menyambung, ‘yaitu jalan orang-orang yang Engkau bagi nikmat ke atas mereka (golongan rasul-rasul, nabi-nabi dan para siddiqin)’. Artinya seseorang itu memerlukan pemimpin yang memandunya ke arah jalan yang benar dan menjauhkannya dari jatuh ke lembah kesalahan dan kesesatan.”
Imam Fakhrurrazi menggunakan kaedah usul fiqhnya di dalam ayat ini yaitu:
“Tidak sempurna yang wajib itu melainkan dengan kewujudannya maka perkara itu juga wajib.” Di dalam menguraikan Al Fatehah, Imam Fakhrurrazi mengatakan hukum untuk mendapatkan jalan yang lurus, yakni jalan kebenaran dari Tuhan, adalah wajib. Jalan kebenaran ini tidak akan sempurna kita kecapi dan miliki melainkan dengan sesuatu yang akan menyampaikan kita kepadanya. Artinya, mendapatkan pemimpin kebenaran itu hukumnya adalah wajib juga agar kita berada di jalan yang lurus dan benar.
Allah berfirman:
Maksudnya: “Bolehkah aku mengikuti tuan supaya tuan dapat mengajarkan aku ilmu yang benar dari ilmu-ilmu yang diajarkan-Nya kepada tuan.” (Al Kahfi: 66)
Kata-kata Nabi Musa a.s. kepada Nabi Khidir a.s. di dalam ayat di atas menegaskan kembali mengenai pentingnya mencari pemimpin kebenaran di taraf apapun kita berada. Syeikh Abdul Wahab Asy Syaarani mengulas dengan berkata bahwa Imam Ahmad Hanbal meminta pimpinan Abu Hamzah Al Baghdadi. Imam Ahmad Suraij meminta pimpinan Abu Qasim Al Junaid. Imam Al Ghazali yang kedudukannya adalah Hujjatul Islam juga mencari pimpinan. Syeikh Izzudin Abdul Salam yang digelari sultanul ulama di waktunya juga meminta pimpinan Syeikh Abu Hassan Asy Syazili. Begitu sekali keadaannya para nabi, para ulama muktabar dan para kekasih Allah mewajibkan diri mereka mencari mursyid dan pemimpin kebenaran untuk mendapatkan keselamatan hidup di dunia dan di Akhirat.
Jadi, mana mungkin kita orang awam di akhir zaman yang sudah jauh dari Rasulullah merasa sudah cukup belajar sendiri melalui kitab-kitab dan buku-buku agama? Apakah hijab hati kita dapat dibuka dan selamat menuju Allah tanpa pimpinan mursyid dan pemimpin kebenaran? Tentu tidak. Karena itulah kita wajib mencari pemimpin yang mampu membawa kita mencapai taraf taqwa (mursyid).
Di setiap awal kurun (saat kita ada di awal kurun), Allah mengutus seorang yang amat bertaqwa untuk memimpin umat Islam agar dapat menjadi orang yang bertaqwa. Dari Abu Hurairah r.a. katanya bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutus pada umat ini di setiap awal 100 tahun seorang (mujaddid) yang akan memperbaharui urusan agama mereka.” (Riwayat Abu Daud).
Fudz